Limbah Kita, “Harta Karun Tersembunyi” Kita

Bagaikan dalam perang, senyawa radikal bebas seperti asap rokok dan asap kendaraan bermotor selalu mencoba menyerang manusia setiap harinya. Untuk itu, kita butuh strategi tangguh untuk mempertahankan diri. Ternyata, karotenoid dapat menjadi “tameng” jitu untuk melawan senyawa radikal bebas!

Karotenoid merupakan zat warna atau pigmen yang umum digunakan sebagai pewarna makanan. Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, yaitu untuk melawan radikal bebas yang dapat berasal dari polusi udara, cemaran makanan, atau radiasi.

“Lingkungan yang sehat membuat dunia yang lebih baik”. Kesempatan ini ditanggapi secara positif oleh Renna Eliana Warjoto, S.Si., M.Sc., melihat potensi khamir Rhodosporidium paludigenum dalam memproduksi karotenoid dari limbah seperti kulit jeruk dan molase yakni hasil sampingan pengolahan gula tebu. Limbah ini sering kali terabaikan, padahal berpotensi untuk menghasilkan produk bernilai jual tinggi, seperti karotenoid.

 

orange peelLimbah kulit jeruk yang dapat digunakan untuk produksi karotenoid. Sumber: bbc.com

 

Untuk meningkatkan produksi karotenoid, juga dapat digunakan bahan yang relatif murah seperti tepung tapioka. Namun, Rhodosporidium paludigenum tidak dapat bekerja sendirian untuk mengubah pati dalam tepung tapioka menjadi karotenoid. Khamir ini membutuhkan bantuan bakteri Bacillus subtilis atau kapang Aspergillus oryzae untuk memecah pati dalam tapioka menjadi glukosa. Glukosa inilah yang kemudian akan digunakan oleh Rhodosporidium paludigenum untuk menghasilkan pigmen karotenoid.

Kultivasi lebih dari satu jenis mikroorganisme dalam suatu media fermentasi untuk menghasilkan suatu produk dinamakan co-culture. Sistem co-culture dapat diibaratkan seperti kerja sama antara penenun dan penjahit dalam suatu pabrik untuk memproduksi pakaian dari benang. Penenun akan menjalin helai-helai benang menjadi kain. Kemudian, kain akan digunakan oleh penjahit untuk membuat pakaian jadi sebagai produk akhir.

Dalam penelitian Warjoto, sistem co-culture Rhodosporidium paludigenum dan Bacillus subtilis ataupun Aspergillus oryzae digunakan untuk memproduksi karotenoid dari tapioka. Pengembangan ide dan metode seputar produksi karotenoid dengan sistem co-culture ini dilakukan bersama Dr. Tresnawati Purwadaria yang adalah pakar teknologi fermentasi. Prof. Dr. Bibiana Widiyati Lay yang adalah ahli mikrobiologi juga ikut terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini.

Melalui penelitian ini, sudah semestinya limbah tidak lagi dipandang sebelah mata. Dengan pengolahan yang tepat, limbah dapat menghasilkan produk yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Agar tidak terbuang begitu saja, mari manfaatkan kembali limbah untuk lingkungan yang sehat dan bumi yang lebih baik!

 

Artikel ini ditulis oleh Meinanda Ashar, Adrina Weisa, Ananda Mutiara Cinta, dan Olivia Tisna Tampake sebagai salah satu proyek mata kuliah Komunikasi Sains. Mereka adalah mahasiswi tahun ke-3 dan 4 Program Studi Biologi, Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya.

Editor: Renna Eliana Warjoto

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s